Al-Qasim bin Nabi Muhammad
-
Berapa Usia Al-Qasim, Putra Nabi Muhammad, Saat Meninggal?
-
Berita Kematian Al-Qasim kepada Nabi Muhammad dan Lady Khadijah
-
Kekuatan Kesabaran Lady Khadijah di Tengah Perpisahan dengan Al-Qasim
-
Apakah Kematian Al-Qasim Mengejutkan Utusan Allah atau Apakah Ia Tahu Tentangnya?
Ketika Nabi Muhammad menikahi Lady Khadijah, ia mendukungnya dalam misinya dan mempercayakan kekayaannya kepadanya, menjadikannya istri terbaik bagi Utusan Allah. Ia melahirkan dua putra, Abdullah dan Al-Qasim, serta empat putri, Zainab, Fatimah, Ruqayyah, dan Umm Kulthum. Ketika Lady Khadijah melahirkan Al-Qasim, kelahirannya terjadi sebelum kenabian.
Ia adalah yang pertama dari anak-anaknya, dan Nabi tercinta kita biasa dipanggil Abu Al-Qasim karena dia. Al-Qasim juga menjadi anak pertama Nabi yang meninggal di Mekkah, dan terdapat berbagai riwayat tentang usianya pada saat kematiannya.
Berapa Usia Al-Qasim, Putra Nabi Muhammad, Saat Meninggal?
Ada berbagai pendapat mengenai usia saat Al-Qasim, putra Nabi Muhammad, meninggal. Beberapa mengatakan ia meninggal dalam minggu pertama kelahirannya, sementara yang lain menyebutkan bahwa ia hidup selama dua tahun sebelum kematiannya. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ia tumbuh dan bisa berjalan sendiri.
Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa Lady Khadijah menyampaikan kepada Nabi Allah (semoga rahmat dan keselamatan Allah tercurah kepadanya) harapannya agar Al-Qasim tetap bersamanya sampai ia disapih. Sebagai balasan, Nabi kita yang mulia meyakinkannya bahwa Al-Qasim akan disapih di Surga, menunjukkan kesabaran dan iman beliau.
Berita Kematian Al-Qasim kepada Nabi Muhammad dan Lady Khadijah
Utusan Allah (semoga rahmat dan keselamatan Allah tercurah kepadanya) sangat sedih atas kematian Al-Qasim hingga ia merasakan kesedihan ketika mendengar Al-Aswad bin Wa'il menyebutnya "Aboothar," yang menyiratkan bahwa garis keturunannya telah berakhir. Ini berarti bahwa anaknya telah meninggal, tidak meninggalkan keturunan untuk meneruskan namanya di dunia ini. Sebagai balasan atas kesedihannya, Allah Yang Maha Tinggi menurunkan Surah Al-Kawthar sebagai penghiburan bagi Nabi atas kesedihan yang ia rasakan dan sebagai jawaban atas apa yang ia dengar tentang putranya.
Surah Al-Kawthar adalah hadiah bagi Nabi yang mulia, menggambarkan sebuah sungai di Surga yang disebut Al-Kawthar, dari mana semua orang berharap dapat meminum pada Hari Kiamat. Siapa pun yang meminumnya tidak akan pernah merasakan haus lagi. Adapun Lady Khadijah, ia juga merindukan Al-Qasim dan berharap dapat terus menyusuinya, bahkan merasakan susu yang ia berikan kepadanya. Ia dengan sabar menahan kehilangan ini, mengetahui bahwa Allah akan memberinya pahala yang besar. Nabi menenangkannya dengan mengatakan bahwa Allah telah mengirimkan seorang ibu susu untuk memberi makan Al-Qasim di Surga. Ia memberitahunya bahwa jika ia ingin konfirmasi, ia bisa mendengar suaranya sementara ia hidup di Surga. Namun, ia merasa puas dengan ini dan memberitahu Nabi bahwa ia percaya.
Kekuatan Kesabaran Lady Khadijah di Tengah Perpisahan dengan Al-Qasim
Bukan hanya Al-Qasim, putra Nabi Muhammad, dan Lady Khadijah yang meninggal. Setelahnya, Abdullah juga meninggal, dan dari Lady Maria Al-Qibtia (yang Koptik), Nabi memiliki seorang putra bernama Ibrahim. Lady Khadijah menunjukkan kekuatan luar biasa dalam menghadapi tragedi ini, karena tidak ada rasa sakit yang lebih besar daripada kehilangan seorang anak.
Ia bersedih atas kepergian mereka, tetapi tetap ridha dengan takdir Allah. Nabi selalu menenangkannya tentang kedudukan khusus mereka di sisi Allah. Namun, hati Nabi yang mulia sangat terpengaruh oleh kehilangan mereka, dan ia tidak dapat menahan diri dari kesedihan. Ia sering menangis untuk mereka dan mendoakan mereka dalam setiap doanya.
Apakah Kematian Al-Qasim Mengejutkan Utusan Allah atau Apakah Ia Tahu Tentangnya?
Kematian Al-Qasim bukanlah kejutan bagi Utusan Allah (semoga rahmat dan keselamatan Allah tercurah kepadanya), karena ia tidak campur tangan dalam kehendak Allah Yang Maha Agung. Ia tidak menanyakan tentang kehidupan atau kematian anak-anaknya, tetapi mungkin Nabi kita yang mulia menyadarinya tanpa menyebutkannya secara eksplisit. Ketika kematian mendekat padanya, ia secara diam-diam memberitahukan Lady Fatimah bahwa ia akan bergabung dengannya.
Penting untuk dipahami bahwa Nabi Muhammad (semoga rahmat dan keselamatan Allah tercurah kepadanya) tidak campur tangan dalam kehendak Allah Yang Maha Tinggi. Jika Allah, Yang Maha Agung, telah memberitahunya, ia akan patuh dengan penuh ketaatan terhadap perintah Allah. Namun, kesedihan dan air matanya adalah emosi yang tulus, dan ia tidak mempertanyakan ketetapan Allah.
Sepanjang hidupnya, Nabi (semoga rahmat dan keselamatan Allah tercurah kepadanya) menghadapi banyak ujian dan kesedihan, dimulai dengan kehilangan keluarganya di usia muda. Namun, ia tetap sabar dan ridha, berpegang teguh pada keyakinan akan ketentuan Allah. Ini menunjukkan status yang mendalam dari Nabi Muhammad (semoga rahmat dan keselamatan Allah tercurah kepadanya) di sisi Allah, karena ia adalah Utusan Rahmat bagi seluruh umat manusia.