Fatimah az-Zahra binti Nabi Muhammad
-
Siapa Siti Fatimah al-Zahra
-
Mengapa Fatimah Diberi Nama Ini?
-
Pendidikan dan Kehidupan Siti Fatimah al-Zahraa
-
Hijrah Siti Fatimah al-Zahraa ke Madinah
-
Gelar Siti Fatimah al-Zahraa
-
Pernikahan Siti Fatimah al-Zahraa dengan Ali
-
Anak-anak Siti Fatimah al-Zahraa
-
Status Fatimah al-Zahra dalam Sejarah Islam
-
Hubungan Nabi dengan Lady Fatimah al-Zahra
-
Nasihat Nabi kepada Lady Fatimah al-Zahra
- Peristiwa Penting dalam Kehidupan Lady Fatimah al-Zahra
-
Kematian Lady Fatimah al-Zahra
Siapa Siti Fatimah al-Zahra
Dia adalah Fatimah, putri Utusan Allah, Muhammad (damai dan berkah untuknya), dan putri Khadijah binti Khuwaylid. Dia lahir di kota suci Mekkah dan merupakan anak bungsu dari putri-putri Nabi. Dia menikah dengan Ali ibn Abi Talib (semoga Allah ridha kepadanya) setelah Perang Uhud di Madinah ketika dia berusia delapan belas tahun. Dia melahirkan Hasan, Husayn, Umm Kulthum, dan Zainab; semoga Allah ridha kepada mereka semua. Fatimah memiliki tempat istimewa di hati ayahnya, Nabi Muhammad (damai dan berkah untuknya), sampai-sampai dia disebut sebagai "pemimpin wanita di dunia". Dia juga menjadi orang pertama dalam Islam yang memiliki peti mati dibuat untuk pemakamannya.
Mengapa Fatimah Diberi Nama Ini?
Fatimah al-Zahraa (semoga Allah ridha kepadanya) lahir di Mekkah lima tahun sebelum wahyu malaikat datang kepada Utusan Allah (damai dan berkah untuknya). Ini terjadi pada saat suku Quraisy sedang membangun kembali Ka'bah. Nama "Fatimah" diberikan kepadanya oleh Nabi Muhammad (damai dan berkah untuknya) sebagai inspirasi dari Allah, yang telah menyelamatkannya dari Api.
Pendidikan dan Kehidupan Siti Fatimah al-Zahraa
Fatimah (semoga Allah ridha kepadanya) adalah seorang wanita mulia yang dikenal karena kesabarannya, karakter yang baik, dan kepuasan dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya. Dia bertahan dengan sabar menghadapi semua cobaan yang datang kepadanya. Selama hidupnya, dia menyaksikan banyak kesulitan. Dia melihat penganiayaan yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy terhadap ayahnya, Nabi Muhammad (damai dan berkah untuknya), di Mekkah sebelum hijrah. Dia juga menyaksikan perceraian kedua saudarinya, yang menikah dengan anak-anak Abu Lahab, salah satu musuh terkuat Islam.
Hijrah Siti Fatimah al-Zahraa ke Madinah
Ketika tiba waktunya untuk hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad (damai dan berkah untuknya) mengirim Zaid ibn Harithah, salah satu mantan budaknya, bersama seorang pria Ansar dan salah satu putra Abdul Muttalib dari Madinah untuk mengantar dia dan saudarinya Umm Kulthum (semoga Allah ridha kepada mereka). Zaid datang kepada mereka dan membawa mereka, berniat untuk membawanya ke Madinah. Namun, mereka diikuti oleh seorang pria musyrik bernama Al-Huwayrith ibn Abdul-Qais, yang merupakan salah satu pengacau Quraisy.
Dia merampas unta Fatimah dan menikamnya, menyebabkan dia jatuh ke tanah dan mengalami beberapa luka dan memar. Dia kemudian kembali kepada kaumnya. Ali ibn Abi Talib (semoga Allah ridha kepadanya) kemudian membunuhnya pada Hari Pembebasan Mekkah. Pada saat hijrahnya, Fatimah masih sangat muda.
Gelar Siti Fatimah al-Zahraa
Siti Fatimah (semoga Allah ridha kepadanya) diberikan beberapa gelar. Dia disebut "Al-Zahraa" karena dia adalah bunga Nabi Muhammad (damai dan berkah untuknya). Dia juga dikenal sebagai "Al-Batool," yang berarti seorang perawan atau wanita yang didedikasikan hanya untuk Allah, baik karena dia berkomitmen pada ibadah atau karena dia tidak menunjukkan minat untuk menikahi siapa pun selain sepupu dan suaminya, Ali ibn Abi Talib (semoga Allah ridha kepadanya). Dia juga disebut "Umm Abiha" atau "Ibu dari Ayahnya," karena dia merawat ayahnya dengan baik dan menunjukkan kebaikan serta pengabdian yang besar kepadanya.
Pernikahan Siti Fatimah al-Zahraa dengan Ali
Diceritakan bahwa Abu Bakar Al-Siddiq (semoga Allah ridha kepadanya) datang kepada Nabi Muhammad (damai dan berkah untuknya) suatu hari dan memintanya untuk menikah dengan Fatimah (semoga Allah ridha kepadanya), tetapi Nabi menolak. Kemudian, Umar ibn Al-Khattab (semoga Allah ridha kepadanya) datang dan mengajukan permohonan yang sama, tetapi Nabi juga menolak. Kemudian, Ali ibn Abi Talib (semoga Allah ridha kepadanya) datang kepada Nabi dan meminta untuk menikahi Fatimah.
Nabi bertanya kepada Ali tentang apa yang dia miliki sebagai mahar. Ali menyebutkan bahwa dia memiliki seekor kuda dan sebuah perisai. Nabi menyarankan Ali untuk menyimpan kuda itu dan menjual perisai tersebut, lalu memberikan hasilnya sebagai hadiah kepada Fatimah. Ali melakukan hal itu; dia menjual perisai seharga 480 dirham dan membawa uang tersebut kepada Nabi. Nabi kemudian membeli beberapa barang untuk Fatimah dengan sebagian uang tersebut.
Setelah itu, Nabi membawa Ali dan Fatimah bersama-sama, menuangkan sedikit air di antara tangan mereka, dan menuangkan sedikit air di atas kepala mereka sebagai simbol. Dia berdoa untuk kebahagiaan dan kesuksesan mereka.
Nabi menikahkan Fatimah dengan Ali atas perintah Allah. Pernikahan berlangsung setelah pernikahan Aisha (semoga Allah ridha kepadanya), yang terjadi empat setengah bulan sebelumnya. Fatimah berusia lima belas tahun dan lima setengah bulan pada saat itu, dan Ali menikahinya enam bulan setelah kontrak dibuat.
Anak-anak Siti Fatimah al-Zahraa
Siti Fatimah al-Zahraa memiliki beberapa anak dengan Ali ibn Abi Talib. Mereka adalah:
- Hasan ibn Ali: Dia dikenal sebagai Imam Hasan dan sangat dihormati dalam sejarah Islam. Dia adalah putra tertua Fatimah dan Ali.
- Husayn ibn Ali: Dia dikenal sebagai Imam Husayn dan merupakan salah satu tokoh yang paling dihormati dalam Islam, terutama di kalangan Muslim Syiah. Dia adalah putra bungsu Fatimah dan Ali.
- Muhsin ibn Ali: Muhsin adalah putra ketiga Fatimah dan Ali, tetapi dia meninggal pada usia muda.
- Fatimah binti Ali: Dia adalah salah satu putri Fatimah dan Ali.
- Zainab binti Ali: Zainab adalah putri lainnya dari Fatimah dan Ali.
Anak-anak Fatimah dan Ali dianggap sebagai cucu Nabi Muhammad (damai dan berkah untuknya) dan memiliki pentingnya yang signifikan dalam sejarah Islam dan kepemimpinan agama, terutama dalam Islam Syiah.
Status Fatimah al-Zahra dalam Sejarah Islam
Lady Fatimah (semoga Allah meridhoinya) memegang tempat yang signifikan dalam sejarah Islam karena beberapa alasan. Pertama, ia adalah putri Nabi Muhammad (shalallahu alaihi wasallam), menjadikannya putri dari Nabi terakhir dan penutup para nabi.
Kedua, ia adalah istri Ali ibn Abi Talib (semoga Allah meridhoinya), yang dianggap sebagai salah satu tokoh paling dihormati dalam sejarah Arab dan Muslim. Pernikahan mereka melambangkan persatuan dua keluarga mulia dalam Islam.
Selain itu, Lady Fatimah adalah satu-satunya di antara anak-anak Nabi yang meninggalkan keturunan. Ia adalah ibu dari keturunan mulia yang dikenal sebagai "Sayyid" atau "Syed" di berbagai komunitas Muslim, yang sangat dihormati dan dihargai.
Secara keseluruhan, status unik Lady Fatimah al-Zahra sebagai putri Nabi, istri Ali, dan ibu dari keturunan mulia menempatkannya dalam posisi yang dihormati dalam sejarah Islam dan di hati umat Muslim.
Hubungan Nabi dengan Lady Fatimah al-Zahra
Nabi Muhammad (shalallahu alaihi wasallam) memiliki cinta yang mendalam dan kuat untuk Fatimah, dan ini terlihat dalam berbagai hadis, termasuk:
Abu Hurayra (semoga Allah meridhoinya) melaporkan bahwa ia berkata: "Aku berperang dengan siapa pun yang memerangi kamu, dan berdamai dengan siapa pun yang berdamai dengan kamu." Abu Sa’eed Al-Khudri (semoga Allah meridhoinya) melaporkan bahwa Nabi (shalallahu alaihi wasallam) berkata: "Demi yang berada dalam genggaman-Nya jiwaku, cinta kepada keluarga diriku adalah kewajiban bagi umatku." Ia (shalallahu alaihi wasallam) juga berkata: "Fatimah adalah pemimpin para wanita di Surga, kecuali Maryam, putri Imran." Suatu ketika, Ali ibn Abi Talib datang kepada Nabi (shalallahu alaihi wasallam) untuk melamar putri Abu Jahl. Ia berkonsultasi dengan Nabi mengenai hal ini, tetapi Nabi menasihatinya sebaliknya, berkata: "Fatimah adalah bagian dari diriku, dan aku tidak suka melihatnya tertekan atau bersedih." Akibatnya, Ali membatalkan lamarannya. Osama bin Zaid (semoga Allah meridhoinya) melaporkan bahwa Nabi (shalallahu alaihi wasallam) berkata: "Yang paling aku cintai dari keluargaku adalah Fatimah." Abdullah bin Abbas (semoga Allah meridhoinya) melaporkan bahwa Nabi (shalallahu alaihi wasallam) berkata kepada Fatimah (semoga Allah meridhoinya): "Allah tidak akan menghukummu, dan Dia tidak akan membiarkan hukuman menyentuh anak-anakmu."
Nasihat Nabi kepada Lady Fatimah al-Zahra
Ketika Nabi Muhammad (shalallahu alaihi wasallam) terkena penyakit terakhirnya dan mendekati akhir hayatnya, ia memberi tahu Fatimah (semoga Allah meridhoinya) secara pribadi tentang kematiannya yang akan datang. Ia menangis dan merasa sedih mendengar berita ini. Namun, ia menghiburnya dengan memberitahunya bahwa ia akan menjadi orang pertama di antara keluarganya yang bergabung dengan-Nya setelah kepergiannya. Ia juga memberitahunya bahwa ia memegang status khusus sebagai Lady para Wanita Muslim, yang membawa senyum di wajahnya.
Kemudian, Aisha (semoga Allah meridhoinya) bertanya kepada Fatimah mengenai alasan ia berganti-ganti antara tertawa dan menangis mendengar kata-kata Nabi. Fatimah awalnya menolak untuk mengungkapkan alasannya kepadanya. Namun, setelah kepergian Nabi, ia mengungkapkan rincian tersebut kepada Aisha.
Peristiwa Penting dalam Kehidupan Lady Fatimah al-Zahra
Ada banyak cerita dan peristiwa dari kehidupan Fatimah (semoga Allah meridhoinya), dan berikut beberapa di antaranya:
Perhatian Khusus Nabi
Setiap kali Nabi Muhammad (shalallahu alaihi wasallam) kembali dari perjalanan, tempat pertama yang ia kunjungi adalah Rumah Allah, di mana ia melakukan dua rakaat shalat. Setelah itu, ia pergi ke putrinya Fatimah (semoga Allah meridhoinya), menyapanya, dan duduk bersamanya. Pada suatu ketika, ketika Nabi mengunjunginya, Fatimah memperhatikan bahwa ia tampak acak-acakan dan mulai menangis. Nabi menghiburnya, meyakinkannya bahwa situasinya akan membaik.
Perselisihan Antara Fatimah dan Ali
Seperti pasangan suami istri lainnya, Fatimah (semoga Allah meridhoinya) dan Ali (semoga Allah meridhoinya) mengalami perselisihan atau momen kemarahan sesekali. Suatu ketika, Ali meninggalkan rumah mereka dalam kemarahan dan pergi ke masjid untuk tidur. Nabi Muhammad (shalallahu alaihi wasallam) mengunjungi rumah mereka untuk menanyakan tentang Ali tetapi tidak menemukannya. Fatimah mengonfirmasi bahwa telah terjadi pertengkaran, dan Ali pergi ke masjid untuk tidur. Nabi kemudian pergi ke masjid dan menemukan Ali tidur di tanah. Ia menasihati Ali bahwa lebih baik tidur di kamar putri Nabi. Ali kembali ke rumah, dan masalah tersebut diselesaikan dengan baik.
Saksi Nabi akan Tempat Fatimah di Surga
Pada suatu ketika, Nabi Muhammad (shalallahu alaihi wasallam) mengunjungi Fatimah (semoga Allah meridhoinya) dan memperhatikan bahwa ia mengenakan kalung emas. Ia mengungkapkan ketidaksetujuannya, memberi tahu bahwa kalung itu seperti rantai api. Fatimah segera melepas kalung itu dan menjualnya, menggunakan hasilnya untuk membebaskan seorang budak. Ketika kabar ini sampai kepada Nabi, ia memuji Allah karena telah menyelamatkan Fatimah dari siksaan kalung tersebut, menandakan tempatnya di Surga.
Kisah Jubah (Hadith al-Kisaa)
Nabi Muhammad (shalallahu alaihi wasallam) pernah mengumpulkan Fatimah, Ali, Hasan, dan Husayn di bawah sebuah jubah dan berkata, "Ya Allah! Inilah anggota keluargaku. Hilangkan segala kotoran dan sucikan mereka sepenuhnya." Peristiwa ini menyoroti kemurnian spiritual dan signifikansi keluarga Nabi yang dikenal sebagai Ahl al-Bayt.
Cerita-cerita ini memberikan gambaran tentang kehidupan Lady Fatimah al-Zahra dan hubungannya dengan Nabi Muhammad (shalallahu alaihi wasallam) dan keluarganya.
Kematian Lady Fatimah al-Zahra
Berapa usia Fatimah (semoga Allah meridhoinya) ketika ia meninggal dunia?
Fatimah (semoga Allah meridhoinya) meninggal dunia pada usia sekitar 18 atau 28 tahun, tergantung pada laporan yang berbeda. Beberapa sumber menunjukkan bahwa ia hidup sekitar lima bulan setelah kematian Nabi Muhammad (shalallahu alaihi wasallam), sementara yang lain menunjukkan bahwa ia hidup selama 25 atau 28 tahun.
Fatimah adalah yang termuda di antara putri-putri Nabi Muhammad (shalallahu alaihi wasallam). Semua putrinya yang lain meninggal selama hidupnya, dan Fatimah adalah satu-satunya dari mana keturunannya dilanjutkan.
Pada malam kematiannya, Fatimah dicuci dan dibungkus oleh suaminya Ali (semoga Allah meridhoinya) dan Asma binti Umays (semoga Allah meridhoinya). Abbas ibn Abd al-Muttalib (semoga Allah meridhoinya) memimpin shalat jenazahnya. Ia dimakamkan pada malam hari.
Ada riwayat bahwa Fatimah menyampaikan keinginannya kepada Asma binti Umays tentang bagaimana ia ingin dibungkus. Ia tidak ingin tubuhnya dideskripsikan ketika dipersiapkan untuk dimakamkan, seperti yang menjadi kebiasaan di antara wanita pada waktu itu. Asma menyampaikan keinginan ini kepada orang lain, dan ketika Aisha (semoga Allah meridhoinya) datang untuk membantu dalam mencuci, ia tidak diizinkan masuk ke dalam ruangan. Aisha terkejut dengan hal ini dan kemudian mengetahui tentang keinginan Fatimah. Insiden ini menandai pertama kalinya dalam Islam bahwa tubuh seorang wanita tidak dideskripsikan selama persiapan untuk pemakaman.