Hatib bin Abi Baltaah

Hatib bin Abi Baltaah
Oleh Who Muhammad Is Tim
| Komentar

Hatib bin Abi Baltaah bin Amr bin Umayr bin Salama Al-Lakhmi adalah seorang sahabat yang ikut serta dalam Perang Badar. Ia memeluk Islam dan berhijrah bersama para Muslim ke Yatsrib, didampingi oleh Saad bin Khawli, budak Hatib. Ia menetap di rumah Al-Munthir bin Muhammad bin Uqbah. Nabi Muhammad (SAW) membentuk ikatan persaudaraan antara Hatib dan Rahi'lah bin Khalid. Hatib turut serta dalam seluruh ekspedisi Nabi (SAW), termasuk Perang Badar, Perjanjian Hudaybiyyah, dan Pembukaan Makkah.

Pada tahun ke-6 Hijriah, Nabi (SAW) mengirimkan surat kepada Muqawqas, penguasa Mesir, mengundangnya untuk memeluk Islam. Muqawqas membalas dengan mengirimkan dua wanita, Maria dan saudarinya Sirin, sebagai hadiah untuk Nabi (SAW). Hatib juga dikenal sebagai perawi Hadis yang diriwayatkan oleh anak-anaknya, Abdul Rahman bin Hatib, Yahya bin Hatib, dan Urwah bin Az-Zubayr.

Karakteristik dan Biografi Hatib Sebelum Islam

Hatib dikenal memiliki penampilan fisik yang kuat, tubuh tegap, dan jenggot tipis. Ia berpostur pendek dengan punggung sedikit membungkuk, dan jari-jarinya besar. Sebelum memeluk Islam, Hatib adalah seorang hilyf (klien) dari suku Banu Asad bin Abd al-Uzza. Beberapa mengatakan bahwa ia adalah mawla (bekas budak) dari Ubaid bin Hamid bin Zuhayr bin Harith. Ciri fisiknya, bersama dengan afiliasi sukunya, menjadi bagian dari identitasnya sebelum memeluk Islam, mencerminkan dinamika sosial dan hubungan zaman itu.

Kisah Hatib bin Abi Baltaah Dalam Pembukaan Makkah

Nabi Muhammad (SAW) memanggil Ali dan Zubair, seraya berkata: "Pergilah hingga kalian mengejar seorang wanita yang membawa surat, dan bawa surat itu kepada saya." Mereka bertemu dengannya dan meminta surat tersebut, memberitahunya bahwa mereka tidak akan pergi hingga mengambil surat dari dirinya. Wanita itu bertanya, "Bukankah kalian Muslim?" Mereka menjawab, "Ya, tetapi Rasulullah (SAW) memberitahu kami bahwa kamu membawa surat." Ia pun melepaskan surat dari kepalanya, dan mereka membawanya kepada Nabi (SAW). Surat dari Hatib kepada Quraisy mengungkapkan rencana Nabi untuk menuju Makkah.

Nabi (SAW) memanggil Hatib untuk membaca surat itu, dan Hatib mengakuinya. Ia menjelaskan bahwa ia memiliki keluarga dan anak-anak di Makkah dan, sebagai orang asing di kalangan Quraisy, ia khawatir akan keselamatan mereka. Umar bin al-Khattab yang hadir berkata: "Wahai Rasulullah, izinkan saya untuk membunuhnya." Nabi (SAW) menjawab: "Tidak, karena ia adalah salah satu peserta dalam Perang Badar, dan kamu tidak tahu, mungkin Allah telah melihat orang-orang Badar dan berkata: 'Lakukan apa yang kamu inginkan, karena Aku telah mengampuni kalian.'" (Siyar A'lam al-Nubala)

Sebagai respons terhadap kejadian ini, Allah menurunkan ayat berikut: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai wali (pemimpin) yang kamu berikan kasih sayang kepada mereka, padahal mereka telah mengingkari apa yang telah datang kepadamu dari kebenaran, yang mengusir Rasul dan dirimu hanya karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu keluar untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku, janganlah kamu menjadikan mereka sebagai wali. Dan Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukan itu, maka dia benar-benar telah sesat dari jalan yang lurus.” (Surah Al-Mumtahina, 60:1)

Menurut Ibn Taymiyyah, para ulama sepakat bahwa cerita ini sahih dan terkenal di kalangan ulama tafsir, hadis, sirah, fiqh, dan sejarah.

Pengiriman surat Hatib kepada Quraisy mengenai rencana Nabi bukanlah tindakan pengkhianatan, melainkan sebuah kekhawatiran terhadap keluarganya yang tinggal di Makkah. Berbeda dengan Muslim lain yang memiliki hubungan keluarga yang melindungi orang-orang terdekat mereka, Hatib berusaha memastikan keselamatan keluarganya dengan memberikan layanan kepada kaum musyrikin. Ketika Nabi (SAW) mengetahui hal ini, beliau memaafkannya, mengingat bahwa Hatib adalah peserta dalam Perang Badar.

Kematian Hatib bin Abi Baltaah

Hatib meninggal dunia di Madinah pada tahun 30 Hijriah pada usia 65 tahun. Utsman bin Affan, semoga Allah meridhainya, menjadi imam salat jenazahnya. Saat meninggal, Hatib meninggalkan 4.000 dirham, dinar, dan sebuah rumah untuk anak-anaknya

Kategori Sahabat

Tinggalkan Komentar

Harap jangan menggunakan nama bisnis Anda untuk berkomentar.