Ja'far bin Abi Thalib "Sepupu Nabi"

Ja'far bin Abi Thalib "Sepupu Nabi"
Oleh Who Muhammad Is Tim
| Komentar

Ja'far bin Abi Thalib, sepupu Nabi Muhammad ﷺ dan salah satu mualaf awal dalam Islam, dikenal sebagai "Abu al-Masakin" (Bapak Orang-orang Miskin) karena belas kasihnya terhadap kaum yang membutuhkan. Ia memimpin hijrah Muslim ke Habasyah dan menjadi utusan Islam yang sukses kepada Negus, raja Habasyah.

Ja'far gugur dalam Pertempuran Mu'tah, di mana ia kehilangan kedua tangannya saat membawa panji Muslim. Nabi ﷺ memberinya gelar "At-Tayyar" (Sang Penerbang), menjanjikannya sayap di surga. Artikel ini membahas silsilah, keislaman, hijrah, kepahlawanan, dan kesyahidannya, serta peran pentingnya dalam penyebaran Islam.

Silsilah dan Keluarga Ja'far bin Abi Thalib

Ja'far bin Abi Thalib, juga dikenal sebagai Abu Abdullah, berasal dari suku Quraisy yang mulia dan keturunan Bani Hasyim. Silsilah lengkapnya adalah:

Ja'far bin Abi Thalib bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay.

Nabi ﷺ memberinya gelar Abu al-Masakin karena kepeduliannya yang mendalam terhadap kaum miskin.

Ia lahir di Makkah 36 tahun sebelum Hijrah dan memiliki kemiripan yang kuat dengan Nabi Muhammad ﷺ dalam hal penampilan dan karakter.

Ja'far menikah dengan Asma’ binti Umais, seorang sahabat terkemuka Nabi. Setelah kesyahidannya, Asma’ menikah dengan Abu Bakar As-Siddiq (RA) dan melahirkan Muhammad bin Abu Bakar.

Ja'far memiliki tiga putra: Abdullah, Muhammad, dan Aun. Putranya, Abdullah bin Ja'far, dikenal sebagai salah satu orang paling dermawan dalam Islam. Dalam tradisi Arab, Hatim al-Tai terkenal karena kemurahan hatinya pada masa pra-Islam, sementara Abdullah bin Ja'far terkenal dengan kedermawanannya dalam Islam.

Keislaman Ja'far bin Abi Thalib

Ja'far masuk Islam pada masa-masa awal dakwah, bahkan sebelum Nabi Muhammad ﷺ mendirikan Dar Al-Arqam sebagai pusat penyebaran Islam. Ia termasuk di antara orang-orang pertama yang menerima Islam, tidak lama setelah saudaranya, Ali bin Abi Thalib (RA).

Hijrah ke Habasyah

Ja'far memimpin hijrah Muslim ke Habasyah, di mana ia menjadi duta besar Islam yang luar biasa.

Ketika Amr bin Al-As, seorang utusan Quraisy, mencoba membujuk Negus (raja Habasyah) agar menyerahkan para pengungsi Muslim, Ja'far menyampaikan pidato yang kuat tentang prinsip-prinsip Islam.

Kata-katanya sangat menggetarkan hati Negus, hingga ia menolak permintaan Amr dan memberikan perlindungan kepada umat Islam. Peristiwa ini menjadi titik balik yang mempengaruhi keterbukaan Negus terhadap Islam.

Ja'far bin Abi Thalib dan Negus Habasyah

Salah satu momen sejarah paling luar biasa adalah debat Ja'far dengan Negus, yang membentuk sikap Habasyah terhadap Islam.

Ketika Muslim mencari perlindungan dari penganiayaan Quraisy, Amr bin Al-As berusaha meyakinkan Negus untuk mengusir mereka dengan memberikan hadiah-hadiah mewah.

Namun, Ja'far, hanya bersenjatakan kebenaran, menyampaikan pidato yang menggambarkan nilai-nilai Islam tentang keadilan, tauhid, dan transformasi moral. Ia berkata:

"Wahai Raja, kami dulunya adalah kaum yang jahil - menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan perbuatan keji, dan memutuskan hubungan keluarga. Kemudian, Allah mengutus kepada kami seorang Rasul yang menyeru kepada kebenaran dan kebaikan."

Negus yang sangat terharu menolak permintaan Amr bin Al-As dan memberikan perlindungan kepada Muslim di Habasyah. Peristiwa ini menunjukkan kekuatan dialog jujur dan diplomasi berbasis iman.

Kembali ke Madinah dan Pertempuran Mu'tah

Ja'far kembali dari Habasyah ke Madinah pada tahun ke-7 Hijriah, tak lama setelah Pertempuran Khaibar. Nabi Muhammad ﷺ menyambutnya dengan gembira dan bersabda:

"Aku tidak tahu mana yang lebih membuatku bahagia - kemenangan Khaibar atau kembalinya Ja'far!"

Pertempuran Mu'tah dan Kesyahidannya

Pada tahun 8 Hijriah, Nabi ﷺ mengirim pasukan untuk menghadapi tentara Bizantium, menandai pertempuran pertama Islam melawan Romawi. Nabi menunjuk tiga komandan secara berurutan:

  • Zaid bin Haritsah
  • Ja'far bin Abi Thalib (jika Zaid gugur)
  • Abdullah bin Rawahah (jika Ja'far gugur)

Ketiga komandan ini gugur secara berurutan, persis seperti yang Nabi ﷺ prediksi.

Ja'far mengambil panji Muslim setelah Zaid gugur. Saat bertempur, ia menjadi sasaran utama musuh, karena jatuhnya panji dapat membuat pasukan kehilangan semangat.

  • Tangan kanannya ditebas, ia memegang bendera dengan tangan kiri.
  • Tangan kirinya dipotong, ia memeluk bendera dengan sisa lengannya.
  • Ia terus bertempur hingga gugur dengan lebih dari 90 luka pedang, tombak, dan panah.

Gelar "At-Tayyar" (Sang Penerbang) – Maknanya

Setelah kesyahidannya, Nabi Muhammad ﷺ memberinya gelar "At-Tayyar" (Sang Penerbang) dan bersabda:

"Aku melihat Ja'far bin Abi Thalib di surga, terbang bersama para malaikat, dengan dua sayap menggantikan kedua tangannya yang terpotong."

[Diriwayatkan oleh Al-Suyuti (No. 4367), Al-Tirmidzi (No. 3763), dan Al-Hakim (No. 4890)]

Setelah pasukan kembali ke Madinah, Nabi ﷺ mengumpulkan anak-anak Ja'far, memeluk mereka, dan menangis. Beliau memerintahkan agar kepala mereka dicukur sebagai tanda kasih sayang dan perlindungan.

Aisyah (RA) meriwayatkan:

"Ketika Ja'far gugur, kami melihat kesedihan yang mendalam di wajah Nabi."

Kategori Sahabat Kerabat

Tinggalkan Komentar

Harap jangan menggunakan nama bisnis Anda untuk berkomentar.